Monday, January 19, 2009

Jansen Sinamo satu dari 100 Indonesia's Best Educators of the Year versi majalah Campus Asia


Kafe Oh La La makin ramai. Untuk kesekian kalinya, Jum'at 16 Januari, kami berbincang-bincang sambil minum kopi. Jansen Sinamo mengenakan kemeja batik coklat berlengan pendek. Tangan kirinya yang selama ini agak susah ia gerakkan, kini tampak makin ringan.


Ketika pertemuan kami hampir berakhir, ponsel Jansen berbunyi. Ia mengangkatnya. Lama ia berbicara diselingi tawanya yang lebar sebelum menyudahinya. Wajahnya terlihat cerah. Apa pasal? Ternyata baru saja seorang mantan stafnya (yang bekerja di sebuah bank papan atas) mengabarinya berita gembira: Jansen Sinamo termasuk satu dari 100 Indonesia's Best Educator menurut majalah Campus Asia. Guru Etos tersebut dikategorikan sebagai salah satu Great Intellectual Impacting Society di Indonesia. Ia menempati urutan ke 17. Peringkat tertinggi diisi oleh Rosihan Anwar (wartawan senior) diikuti oleh Jakob Oetama, Seto Mulyadi, Surya Paloh dan Franz Magnis Suseno. Di bawah peringkat Jansen, antara lain Sofyan Tan, Hermawan Kartajaya, Rhenald Kasali, Dewi Fortuna Anwar, Sri Edi Swasono, Effendi Gazali, Andy F. Noya, Jaya Suprana, Anna Maria Winarti Goris, Gadis Arivia dan Emha Ainun Nadjib. (Daftar selengkapnya lihat di bagian akhir tulisan ini)


Selang beberapa menit kemudian, ponsel Jansen makin sering berbunyi. Banyak orang mengirimkan pesan singkat mengucapkan selamat. Wajah Jansen makin ceria. Tapi ia juga tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Sebab, ternyata lelaki kelahiran Sidikalang itu tidak tahu-menahu bahwa ada pemeringkatan Best Educator oleh majalah tersebut. Ia juga samasekali tidak pernah dihubungi, apalagi diberitahu.


Itu sebabnya ketika kami kemudian menikmati makan siang di sebuah restoran di hotel Grand Hyatt, ia menugaskan stafnya untuk mencari majalah dimaksud. Rasa senang mendapat apresiasi ini rupanya bercampur pula dengan rasa ingin tahu di hatinya. “Aneh juga, kok orang lain yang lebih dulu tahu daripada saya,” kata dia. Ikan salmon di hadapannya ia santap dengan lahap. Saya juga, tentu tak mau ketinggalan.


Beberapa menit kemudian, stafnya datang membawa majalah Campus Asia edisi Januari (terbaru) yang masih terbungkus rapi dalam plastik. “Kata penjaga tokonya tidak boleh dibuka kalau tidak beli,” kata sang staf. Kami tak terlalu hirau. Segera saja kami membuka sampul plastiknya dan membolak-balik majalah itu. Lama kami mencari-cari, ternyata tak ada ulasan tentang The Best Educator. Juga tidak ada ulasan tentang Jansen Sinamo, secuil pun. Judul sampulnya justru berbunyi: 100 Doctors of Medicine.


Wah berabe. Jangan-jangan.......


Telepon Jansen kemudian berdering. Lagi-lagi dari seseorang yang mengucapkan selamat. Lagi-lagi Jansen menjelaskan kepada si penelepon bahwa dirinya belum juga melihat ulasan dimaksud. Tidak lupa ia bertanya di edisi kapan kah ulasan itu ada, sebab majalah Campus Asia edisi Januari yang tergeletak di meja kami, tak memuat apa pun tentang Jansen.


Akhirnya perbicangan telepon itu memang bisa menjelaskan duduk perkara. Dari keterangan si penelepon, kami tahu bahwa ulasan tentang Indonesia's 100 Educators of The Year itu ada pada majalah Campus Asia edisi 6 November -Desember 2008......


()()()


For the first time in history, there is now an independent ranking of educators comprising teacher, lecturers, community leaders, philantropist and pioneers who have contributed meaningfully to Indonesia's educational development. Is your name in the list?


Begitu lah majalah Campus Asia memulai laporan sampulnya yang di beri judul Educators of the Year, Indonesia's 100 Role Models. Menurut majalah berbahasa Inggris yang tergabung dalam Globe Media Group ini, di era ketika persaingan menjadi faktor kunci di berbagai area, pemeringkatan profesi sangat diperlukan sebagai sumber evaluasi dan inspirasi. Bankir sukses belajar dari bankir lain yang sudah sukses. Perusahaan menerapkan praktik terbaik dengan belajar dari perusahaan yang sudah berhasil. Hanya saja, di bidang pendidikan dan universitas, ranking yang ada selama ini baru memusatkan perhatian pada pencapaian akademis, sedangkan pemeringkatan yang komprehensif dengan mengukur berbagai spektrum pendidikan belum banyak dijamah.


Itu lah salah satu alasan mengapa Campus Asia mengambil inisiatifnya kali ini. Pemeringkatan yang dilakukan pertama kali ini, menurut Campus Asia adalah upaya awal mereka untuk merumuskan metodologi yang lebih komprehensif dalam mengukur upaya-upaya pendidikan di Indonesia.

Majalah itu tampaknya cukup serius untuk sampai pada hasil pemeringkatan yang dipublikasikan ini. Campus Asia antara lain menulis begini:


In completing this Top 100 Educators ranking, our researchers conducted a careful study of the educational backgrounds, profesional track record as well as pro education ideas, concepts, contributions, breakthroughs and other endeavors of up to 500 short listed educators.



Menurut majalah itu, para nominasi terdiri dari guru, dosen, pemimpin masyarakat, para profesional dari berbagai bidang hingga pembuat kebijakan di bidang pendidikan. Penyaringan hingga menjadi hanya 100 nama, dilakukan setelah melewati berbagai fase evaluasi yang dilakukan oleh panel juri independen berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditetapkan.


Ada delapan kriteria yang menjadi dasar penilaian. Meliputi (1) cognitive recognition & imparting, (2) magnitude of achievement, (3) skills & talent development, (4) conduct, attitude & personalitiy, (5) facilitation & empowerment of learning, (6)international exposure, (7) social service & contribution dan (8) role model & integrity in society.


Masing-masing kategori ini diberi skor dengan bobot yang berbeda. Ada yang mulai dari 0-15 ada pula yang mulai dari 0-10. Penjumlahan skor itu lah yang kemudian menentukan peringkat masing-masing nominasi.


Untuk sampai ke tahap pemeringkatan, setidaknya melewati lima langkah evaluasi. Langkah (1) adalah Profiling, yakni pengumpulan profil 500 nominasi. Langkah (2) initial screening, yakni penyaringan berdasarkan berbagai kriteria, al latar belakang pendidikan, jalur karier, track record, output intelektual, pelayanan sosial, komitmen dan konsistensi. Langkah (3) ranking (awal) yang didasarkan pada analisis dan riset aksesor yang ditugaskan untuk itu, berikut argumen-argumen mereka. Langkah (4) adalah evaluasi oleh panel juri dengan menguji dan mendebat hasil penilaian sebelumnya. Dan langkah (5) adalah perangkingan akhir dengan menhitung skor akhir masing-masing nominasi.


Sebanyak 100 Best Educators in Indonesia ini dibagi menjadi lima kategori. Masing-masing Great Achievers from State University (16 tokoh), Visionary Educators from Private Schools (16 tokoh), Pro Education Government and Ex Government Officials (19 tokoh), Top Facilitators of Educational Endeavors (18 tokoh) dan Great Intellectual Impacting Society (30 tokoh).


Jansen Sinamo yang dinobatkan sebagai salah satu Great Intellectual Impacting Society, oleh majalah Campus Asia digambarkan sebagai berikut:


JANSEN SINAMO

Jansen Sinamo is a key player behind Indonesia's first ethos-based, human resources training center. Along with his partner, he estabilished the Dharma Mahardika Institute to build strong HR capacity through training in a profesional work ethos. His original thinking has motivated many organizations and enterprises. His interest in this field stems from his keenreading on the works of the world's great philosophers, theologians and sociologist.


One of his favorite is Mark Weber, a prominent thinker on work ethos. Jansen has written many books and articles, appeared in dozens of talk shows, as a keynote speaker in seminars and run a number of foundations and social organizations.




()()()

Educators are the people who shaped us to be what we are today. But their dedication is often forgotten. When will we properly appreciate them?


Kalimat ini muncul pada salah satu bagian ulasan di majalah Campus Asia. Saya jadi ingat nasihat kakek, dulu sekali sewaktu saya mau berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah SMA. Waktu itu saya khawatir sekali sebab samasekali belum pernah ke Jakarta. Saya merasa anak paling kampungan sedunia dan bakal tak sanggup mengikuti pelajaran di kota metropolitan. Sebab, jangankan bisa ber lu gue lu gue, berbahasa Indonesia dengan fasih pun saya merasa belum mampu kala itu.


Tapi kakek, yang pensiunan guru itu, menenangkan saya dengan berkata. Bahwa emas, dilempar ke lumpur mana pun, pasti akan tetap emas, akan dicari orang dan akan berkilau sebagaimana emas. “Nah, kau harus buktikan, apakah kau emas atau tidak?” kata kakek, yang juga mantan kepala sekolah itu.


Nasihat kakek itu, saya kira, bisa menggambarkan perjalanan hidup Jansen Sinamo dan para edukator lainnya. Tanpa diminta, tanpa dipaksa, selalu akan ada yang sudi memberi apresiasi bagi pekerjaan-pekerjaan baik yang telah mereka perjuangkan. Dengan tekun. Tanpa henti. Dan tetap setia walau mungkin tak selalu jalan mulus yang dilalui.


Seorang pengunjung facebook Jansen Sinamo, bernama M. Wowor, menulis sebagai berikut:

Subject: Hi Sir..

Glad you apprved my request ;-) Sy salah adalah satu org yg 'ditolong' oleh buku bpk 'Etos', sekalipun isinya memotivasi utk sukses tp tidak mengesampingkan kodrat kita sbg mahkluk ciptaan TUHAN yg sebenarnya hnya hidup dari belas kasihan dan kasih karunia-Nya. Semua buku motivator (kcuali Etos) yg sempat sy baca (sedikit), terlalu mendewakan sukses dlm karir dan hub.sosial (karir ttp no.1), seakan-akan menarik pmbaca menjauh dari penyerahan diri penuh kpd TUHAN-nya. Intinya kemuliaan hidup terletak pada seberapa sukses diri kita dlm karir. Oh ya, mama sy jg termasuk yg sangat tertolong oleh buku Etos, beliau selalu bilang, adalh kehendak TUHAN beliau mmbaca buku itu, membuatnya jd lebih 'sadar' serta menghargai akan berkat & karunia-Nya.

So, nice to meet the author ;-)
GOD bless Sir!


PS: Sy jd agak takut2 memilih kata2, mengingat buku Etos banyak menggunakan kata2 yg 'high'


Nah, terbukti kan, bahwa tersembunyi dimana pun, akan selalu ada apresiasi buat pencapaian-pencapaian terbaik?

Bang Jansen, selamat ya.......

--selesai


Great Intellectuals Impacting Society

(Sumber: Campus Asia, edisi November-Desember 2008, halaman 142)

1. Rosihan Anwar

2. Jakob Utama
3. Prof Dr Seto Mulyadi
4. Prof Yoh Surya
5. Surya Paloh
6. Prof Dr Frans Magnis Suseno
6.
Prof Dr. Din Syamsudin
8.Dr. Imam Prasodjo
9.
Dr Mochtar Buchori
10.
Ignatius Sandyawan Sumardi
10.
Rev Jakob Susabda PhD
10.
Bigman Sirait
10.
Lambertus Somar
10.
Dr Alex Tilaar
15.
Butet Manurung
16.
Hasnul Suhaimi
17.
Jansen Sinamo
18.
Sofyan Tan
19.
Hermawan Kartajaya
19.
Dr Rhenald Kasali
21.
Prof Dr. Dewi Fortuna Anwar
22.
Onno W. Purbo
23.
Prof Dr. Sri Edi Swasono
24.
Dr Effendi Gazali
25.
Andy F. Noya
25.
Iwan Fals
27.
Jaya Suprana
28.
Anna Maria Winarti Goris
29.
Gadis Arivia
30
Emha Ainun Najib


2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Laston Lumbanraja, S.Sos said...

mudah2an yang lain menyusul..Anak Nainggolan, h,,he

.................................................................................................

Selalu ada pagi. Secangkir kopi. Sepotong cemilan. Dan lalu lintas percakapan. Mulanya pertemuan tidak teratur. Lama-lama jadi rutin. Dan Jansen Sinamo senang hati membagi-bagi pikirannya. Ia percaya pada hukum kekekalan energi. Bahwa keindahan dari menebar rahmat adalah karena suatu saat ia akan kembali kepada penebarnya. Ini lah Candid Talks with Jansen Sinamo, kumpulan laporan coffee morning talk dengan dia, Guru Etos Indonesia. Semoga bermanfaat.Ingin menghubungi Jansen Sinamo? Kontak: Instut Dharma Mahardika, Pulogebang Permai Blog G-11/12, Jakarta 13950; Telp.021-480 `514; Faks 021 4800429