Oleh Jansen H. Sinamo
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. (2 Kor 12: 10b)
Minggu lalu saya dapat kiriman cerita dari sahabat saya, seorang petinggi besar di republik ini. Katanya, cerita itu pernah dimuat dalam Bits & Pieces, August 15, 1996. ”Bagus sekali pelajaran yang saya petik: jangan terperangkap
pada apa yang dipandang sebagai kelemahan. Ubahlah pasir itu menjadi
sebuah mutiara yang berkilau”, kata sahabat saya itu sampil mengutip judul salah satu buku saya: Mengubah Pasir Menjadi Mutiara (Jakarta: Penerbit Mahardika, edisi ke-5, Juli 2006).
Dikisahkan, seorang bocah Jepang berusia 10 tahun memutuskan belajar judo walaupun ia telah kehilangan lengan kirinya dalam sebuah kecelakaan mobil.
Bocah ini benar-benar penurut, sehingga meski tidak paham, ia patuh saja walaupun selama tiga bulan gurunya hanya mengajarkannya satu gerakan saja.
“Sensei,” akhirnya si bocah bertanya, “Bukankah saya seharusnya sudah belajar gerakan lainnya?”
“Ini adalah satu-satunya gerakan yang kamu tahu, tapi ini juga satu-satunya gerakan yang perlu kamu ketahui”, jawab sang Sensei.
Walau tidak begitu paham, ia tetap percaya, dan bocah ini berlatih dan terus berlatih.
Beberapa bulan kemudian, sang Sensei mengantarkan si bocah ke turnamen pertamanya. Terkejut pada kemampuannya sendiri, si bocah dengan mudah memenangkan dua ronde pertama.
Ronde ketiga lebih sulit, tapi setelah beberapa saat, lawannya hilang kesabaran dan menyerang. Si bocah dengan piawai menggunakan satu-satunya jurus miliknya. Masih heran dengan kemenangannya, si bocah diumumkan masuk final.
Di final, lawannya lebih besar, lebih kuat, dan lebih berpengalaman. Keduanya terlihat tidak sepadan. Karena kuatir si bocah bisa cedera, wasit menyerukan time-out. Ia bermaksud menghentikan pertarungan.
“Tidak,” sang Sensei interupsi,”Biarkan ia melanjutkan.”
Tak lama sesudah pertarungan mulai, lawannya membuat kesalahan kritikal: ia lalai dalam pertahanannya. Dengan cepat si bocah menggunakan gerakan tunggalnya dan mengunci lawannya. Si bocah pun memenangkan pertarungan dan kejuaraan itu. Dia lah juaranya.
Dalam perjalanan pulang, si bocah dan senseinya mendiskusikan kembali setiap gerakan dalam pertarungan tadi. Akhirnya, si bocah memberanikan diri menanyakan sesuatu yang terus mengganjal di pikirkannya.
“Sensei, bagaimana mungkin saya bisa memenangkan kejuaraan hanya dengan satu gerakan?”
“Kamu menang karena dua alasan!” jawab sang Sensei. “Pertama, kamu telah memahiri salah satu bantingan tersulit dari semua gerakan di judo. Kedua, satu-satunya pertahanan yang telah diketahui terhadap gerakan itu adalah jika lawanmu bisa menangkap lengan kirimu.”
Kelemahan si bocah telah menjadi kekuatan terbesarnya.
***
Ungkapan paradoksal seperti di atas banyak ditemui dalam Injil. Ungkapan Paulus pada awal karangan ini adalah contohnya. Dalam Pasal 12 itu Paulus memberitahukan apa kelemahannya, yaitu ”seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku”, artinya karena gocohan itu Paulus jadi lemah. Ketika Paulus minta kepada Tuhan agar utusan Iblis itu mundur, Tuhan menjawab: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Dalam kelemahan itu, kuasa Kristus turun menaungi Paulus.
Bagaimana mekanismenya? Tidak ada penjelasan spesifik. Bacaan saya dari yang tersirat begini: Pertama, kita perlu menyadari kelemahan diri kita; kedua, kita harus menerima atau berdamai dengan kelemahan itu sebagai bagian dari kehendak (takdir) Tuhan; ketiga, dalam bekerja kita harus mengandalkan pengajaran, bimbingan, dan pimpinan Tuhan, dan dengan demikian kuasa Tuhan nyata (manifested) dalam dan melalui diri kita.
Yang terpenting di sini, jangan menangisi kelemahan Anda, apa pun itu; hindari mengasihani diri sendiri. Jangan marah atau memberontak atas ”keadaan buruk” yang menimpa Anda. Dengan hati lapang, tengadahlah kepada Tuhan dan percayalah: sesungguhnya di balik dan sesudah kelemahan Anda tersebut, sesungguhnya tersedia berkah yang besar. Dengan kata lain, ubahlah pasir Anda menjadi mutiara yang berkilau, dan dalam proses itulah Tuhan menolong Anda. Jadi, janganlah sedih. Bergembiralah sebab Tuhan itu baik.
No comments:
Post a Comment