Oleh Jansen H. Sinamo Suatu hari saya memberi ceramah pada 150-an anggota satu jemaat di Pekanbaru. Topiknya: Hidup mengandalkan rahmat. Saya tanya: Siapa di antara Anda yang hidupnya penuh berkat? Hampir semua tunjuk tangan. Saya tanya lagi: Siapa di antara Anda yang hidupnya banyak masalah? Hampir semua tunjuk tangan. Lho, kok banyak berkat banyak masalah? Semua tertawa, lalu segera hening, karena terasa ada yang ganjil.
Apa itu rahmat? Itulah segala hal yang baik yang kita terima tanpa membayar seperti kesehatan, oksigen, air, dan matahari. Juga makanan, minuman, dan hidangan yang tersaji karena kemurahan alam. Pokoknya, apa saja yang membuat kita sehat, kuat, selamat, sentosa, bahagia, dan sukses adalah rahmat. Berkat seperti ini namanya berkat terlihat.
Tapi ada juga yang namanya berkat tersembunyi. Kayak durian, di luar tajam menyakitkan, namun di dalam alangkah lezatnya. Rut misalnya. Ia janda orang Moab, ikut ibu mertua, Naomi, yang juga janda miskin, ke Betlehem. Awalnya Rut diperlalkukan tidak senonoh karena ia orang asing, namun akhirnya menikah dengan Boas, dan kelak jadi nenek moyang Raja Daud. Di sini, kematian suaminya adalah berkat tersembunyi.
Ciri khas berkat tersembunyi ialah ketidak-kontanannya. Mata dekat takkan mampu melihatnya. Harus mata jauh. Saya sebut juga mata iman. Berkat tersembunyi baru kelihatan di buahnya, pada akhirnya. Batang, dahan, cabang, dan rantingnya terdiri dari rangkaian penderitaan. Ada orang dipecat, sengsara, namun akhirnya menjadi pemilik bisnis yang berhasil. Ada orang digigit anjing, sakit dan kecewa karena batal bepergian, malah selamat karena pesawat yang seharusnya dia tumpangi jatuh. Ada orang masuk rumah sakit, malah ketemu dengan jodohnya, yaitu dokter yang merawatnya.
Dalam Alkitab, kisah Yusuf, Kej 37-50, adalah kisah klasiknya. Dia anak muda yang ceria, suka dandan, imajinatif, dan pemimpi, dimanja ayah Yakub lagi; sehingga jadi sumber kecemburuan sepuluh kakaknya. Yusuf dicelakakan, dijual sebagai budak, menjadi hamba, difitnah Bu Potifar, dipenjara, terlupakan, tapi akhirnya diangkat jadi raja muda Mesir.
Ketika kelak kesepuluh kakaknya minta ampun dalam ketakutan, Yusuf menjawab: Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. (Kej 50:20). Kata Yusuf lagi: Janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga. Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.
Yusuf berhasil melihat kisah hidupnya dari kacamata Tuhan, dari perspektif Tuhan, dengan menghayati dan memercayai Tuhan sebagai protagonis utama dalam seluruh hidupnya, bahkan dalam sejarah keluarga besarnya. Yusuf mendahului Salomo yang kelak berkata: Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya.
Dengan menggunakan kisah keluarga Yakub, khususnya kisah putranya Yusuf sebagai paradigma iman, saya pun mengakhiri ceramah dengan berkata: Kalau Anda sedang menderita, tolong periksa, di pasal berapakah Anda sekarang berada: pasal 38, 42, atau 49? Dan yang terpenting: Anda harus melihat sampai ke pasal 50 ayat 20. Dengan kata lain: Bila Anda ditimpa kesialan, kemalangan, kesusahan, atau malapetaka, back to Genesis 50:20. Dengan mata panjang, mata iman, Anda akan sanggup menjalani kesusahan hidup ini dengan optimis. Jika tidak, Anda pasti terjebak meragukan kebaikan Tuhan, lalu kehilangan iman. Dan tamat pula riwayat Anda sebagai orang Kristen. Usul konkrit saya: Bacalah Kej 37-50 secara lengkap tanpa putus. Anda pasti mendapat pencerahan dan penghiburan yang besar. Saya tahu pasti karena sudah melakukannya berkali-kali dan belum pernah saya kecewa.
No comments:
Post a Comment